Sanggah Kamulan adalah tempat pemujaan asal atau sumber, Hyang Kamulan
atau Hyang Kamimitan. Kamimitan berasal dari kawa Wit, (huruf m adalah
sekeluarga huruf W). Kamimitan adalah lain ucapan dari kata kawiwitan,
berasal dari kata wit, yang berarti asal atau sumber pula. Dengan
pengertian ini sebenarnya kita sudah dapat menarik atau menyimpulkan
bahwa yang dipuja pada Sanggah Kamulan itu tidak lain yang merupakan
sumber atau asal dari mana manusia itu ada.
Dalam lontar Sivagama kita jumpai suatu uraian tentang pendirian Hyang Kamulan. Kutipannya sebagai berikut;
“bhagawan manohari, Sivapaksa sira, kinwa kinon de Sri Gondarapati,
umaryanang sadhayangan, manista madya motama, mamarirta swadarmaning
wong kabeh. Lyan swadadyaning wang saduluking wang kawan dasa kinon
magawe pangtikrama. Wwang setengah bhaga rwang puluhing saduluk,
sanggarpratiwi wangunen ika mwang kamulan panunggalanya sowing”
Artinya: Bhagawan Manohari pengikut Siva, beliau
disuruh oleh Sri Gondarapati, untuk membangun Sad Khayangan Kecil,
sedang maupun besar. Yang merupakan beban kewajiban orang semua. Lain
kewajiban sekelompok orang untuk empat pulih keluarga harus membangun
panti. Adapun setengah bagian dari itu yakni 20 keluarga, harus
membangun ibu. Kecilnya 10 keluarga pratiwi harus dibangun, dan kamulan
satu-satunya tempat pemujaan (yang harus dibangun) pada masing-masing
pekarangan.
Dengan kutipan di atas jelaslah bagi kita, bahwa setiap keluarga yang
menempati karang perumahan tersendiri wajib membangun Sanggah Kamulan.
Jadi lontar Sivagama inilah yang merupakan dasar hukum bagi pendirian
Sanggah Kamulan.
DAPATKAN CARA MENGHASILKAN PASSIVE INCOME KLIK DISINI
Hyang Kamulan adalah Sanghyang Triatma. Kamulan atau kawitan adalah
merupakan sumber atau asalnya manusia. Lalu siapakah yang dimaksud
sumber atau asal itu? Siapakah yang menyebabkan adanya manusia atau
jatma itu? Manusia umumnya dalam bahasa Bali halus disebut “jatma” yang
berasal dari akar kata Ja, yang artinya lahir, dan atma berarti roh.
Jadi jatma berarti roh yang lahir. Dengan ungkapan itu maka sesungguhnya
manusia ada karena adanya atma yang lahir, dengan demikian atmalah yang
menjadi sumber adanya manusia itu sesungguhnya.
Hal ini akan sesuai benar dengan pernyataan lontar-lontar Gong Wesi,
Usana Dewa, tattwa kepatian dan Purwa bhumi kamulan. Lontar-lontar
tersebut menyebutkan bahwa yang bersthana pada Sanggah Kamulan adalah
Sanghyang Triatma atau tiga aspek dari atma itu sendiri.
Dalam lontar Usana Dewa disebutkan :
ring kamulan ngaran ida sang hyang atma, ring kamulan tengen bapa
ngaran sang paratma, ring kamulan kiwa ibu ngaran sang sivatma,ring
kamulan tengah ngaran raganya, tu brahma dadi meme bapa, meraga sang
hyang tuduh.
Artinya:
Pada sanggah Kamulan beliau bergelar Sang Hyang Atma, pada ruang
kamulan kanan ayah, namanya Sang Hyang Paratma. Pada kamulan kiri ibu,
disebut Sivatma. Pada kamulan ruang tengah diri-Nya, itu Brahma, menjadi
purusa pradana, berwujud Sang Hyang Tuduh (Tuhan yang menakdirkan).
Demikian juga lontar Gong Wesi, kita jumpai kutipan yang hampir sama dengan yang tersurat pada Usana Dewa.
Kutipannya adalah sebagai berikut :
ngaran ira sang atma ring kamulan tengen bapanta, nga, sang paratma,
ring kamulan kiwa ibunta, nga, sang sivatma, ring kamulan madya
raganta, atma dadi meme bapa ragane mantuk ring dalem dadi sanghyang
tunggal, nungalang raga (Lontar Gong Wesi, lembar 4b).
Artinya : nama beliau sang atma, pada ruang kamulan
kanan bapakmu, yaitu Sang Paratma, pada ruang kamulan kiri ibumu, yaitu
Sang Sivatma, pada ruang kamulan tengah adalah menyatu menjadi
Sanghyang Tunggal menyatukan wujud
Dari dua kutipan lontar di atas jelaslah bagi kita, bahwa yang bersthana
pada sanggah kamulan itu adalah Sanghyang Triatma, yaitu; Paratma yang
diidentikkan sebagai ayah (purusa), Sang Sivatma yang diidentikkan Ibu
(predana) dan Sang Atma yang diidentikkan sebagai diri sendiri (roh
individu). Yang hakekatnya Sanghyang Triatma itu tidak lain dari pada
Brahma atau Hyang Tunggal/ Hyang Tuduh sebagai pencipta (upti).
Hyang Kamulan adalah Roh suci Leluhur
Dalam lontar Purwa Bhumi Kamulan disebutkan bahwa atma yang telah
disucikan yang disebut Dewapitara, juga disthanakan di sanggah kamulan,
seperti disebutkan :
riwus mangkana daksina pangadegan Sang Dewa Pitara, tinuntun akena
maring sanggah kamulan, yan lanang unggahakena ring tengen, yan wadon
unggahakena maring kiwa, irika mapisan lawan dewa hyangnya nguni (Purwa Bhumi kamulan, lembar: #).
Artinya: Setelah demikian daksina perwujudan roh
suci dituntun pada Sang Hyang Kamulan, kalau bekas roh itu laki naikkan
pada ruang kanan, kalau roh suci itu bekas perempuan dinaikkan di
sebelah kiri, disana menyatu dengan leluhurnya terdahulu.
Dalam lontar Tatwa Kapatian disebutkan bahwa Sang Hyang atma (roh)
setelah mengalami proses upacara akan bersthana pada sanggah kamulan
sesuai dengan kadar kesucian atma itu sendiri. Atma yang masih belum
suci, yang hanya baru mendapat “tirtha pangentas pendem” atau upacara
sementara (ngurug) juga dapat tempat pada Sanggah Kamulan sampai tingkat
“batur kamulan”, seperti disebutkan :
Mwah tingkahing wong mati mapendem, wenang mapangentas wau mapendem, phalanya polih lungguh Sang Atma munggwing batur kamulan (Rontal Tattwa Kapatian, 1a. 1b).
Artinya: Dan prihalnya orang mati yang ditanam, harus memakai tirtha pangentas baru diurug, hasilnya mendapatkan tempat Sang Atma pada Batur Kamulan
Dari kutipan-kutipan di atas jelaslah bagi kita bahwa Hyang Kamulan yang
dipuja pada Sanggah Kamulan adalah juga roh suci leluhur, roh suci Ibu
dan Bapak ke atas yang merupakan leluhur lencang umat yang telah menyatu
dengan Sang Penciptanya, yang dalam lontar Gong Wesi/ Usana Dewa
sebagai Hyang Tuduh atau Brahma, yang merupakan asal muasal adanya
manusia di dunia ini.
Hyang Tri Murti Dewanya Sanghyang Tri Atma
Kalau kita renungkan lebih mendalam, tentang Sanghyang Tri Atma seperti
disebutkan pada Gong Wesi dan Usana Dewa, maka pengertian Hyang Kamulan
sesungguhnya akan lebih tinggi lagi. Karena telah disebutkan bahwa
Penyatuan Sanghyang Tri Atma adalah Hyang Tuduh/Tunggal yang menjadi
Brahma sebagai Sang Pencipta.
Di samping itu, ketiga tingkatan Sanghyang Tri Atma itu juga ditinjau
dari segi filsafat Siwa Tattwa, maka “atma” adalah yang menjadikan hidup
pada mahkluk. Sivatma adalah sumber atma di alam nyata (sekala) ini.
Sedangkan Paratma adalah sumber atma (roh) di alam niskala. Ia adalah
atma tertinggi. Ia adalah Tuhan menurut sistim yoga. Ia adalah identik
dengan Paramasiva dalam Siva Tattwa. Dalam sistim wedanta ia adalah
Tuhan Nirguna Brahma.
Dalam mantram “Sapta Omkaratma” disebutkan yang dimaksud dengan Tri
Atma, adalah: Am, Atma dewanya Brahma, Antara atma dewanya Wisnu, dengan
wijaksaranya Um, dan Paramatma dewanya adalah Iswara dengan
wijaksaranya Mang. Ketiga dewa tersebut dalam sekte Siwa Sidhanta umum
disebut Tri Murti. Ketiga dewa tersebut adalah merupakan roh alam
semesta. Sebagai roh (atma) alam semesta ia adalah juga bergelar Tri
Purusa atau Trilingga.
Sesungguhnya yang merupakan jiwa (atma) atau roh dari jagat kita ini
termasuk mahkluk hidup utamanya manusia adalah beliau yang bergelar Tri
Murti., Tri Purusa dengan wujud Trilingganya. Sebagai roh (atma) dengan
sendirinya beliau itu adalah Ida Hyang Widhi, yang didalam
penunggalan-Nya adalah Ida Hyang Widhi, yang di dalam lontar Usana Dewa
dan Gong Wesi disebut Hyang Tuduh/ Tunggal atau Brahma sebagai pencipta
alam dengan isinya termasuk manusia.
Siwa adalah Tuhan dalam dimensi imanen. Sadasiwa adalah Tuhan dalam
dimensi sakala-niskala, sedangkan Paramasiwa adalah Tuhan dalam dimensi
niskala.
Siwa dalam ketiga wujud di atas, dalam lontar Siwagama digelari Batara
Guru, karena beliau (Siwa) menjadi “Dang Guru ing Iswara” di jagat kita
ini. Konon gelar Batara Guru dihaturkan oleh murid Beliau terpandai
yakni Dewa Surya, setelah Dewa Surya dianugerahi gelar Siwa Raditya oleh
Siwa sendiri sebagai Dang Guru .
Oleh karena Siwa beraspek tiga, sebagai Tri purusa maka Guru pun ada
tiga aspek pula, yakni Guru Purwam, Guru Madyam, Guru Rupam. Guru
purwam, guru dalam dimensi niskala, Guru Madyam, guru dalam dimensi
sakala-niskala, sedangkan Guru Rupam, adalah guru dalam dimensi sakala.
Tri Guru, dalam mantram “ngaturang bakti ring kawitan” juga merupakan
objek yang dipuja, seperti dinyatakan :
Om Guru Dewa Guru Rupam
Guru Madyam Guru Purwam
Guru Pantaram dewam
Guru Dewa Sudha nityam
Artinya: Om Guru Dewa, yaitu Guru Rupam (sakala),
Guru Madya (sakala-niskala) dan Guru Purwa (niskala) adalah guru para
dewa. Dewa Guru Suci selalu
Jadi melihat uraian dan kutipan mantra di atas, jelaslah bagi kita bahwa
yang dipuja pada Sanggah Kamulan pada hakekatnya adalah Tuhan/ Hyang
Widhi, baik sebagai Hyang Tri Atma, yang sebagai roh (atma) alam semesta
dengan isinya (jagat) yang dewanya adalah Brahma, Wisnu dan Iswara,
yang merupakan aspek Tuhan dalam bentuk horizontal dan Siwa, Sada Siwa,
Parama Siwa, aspek Tuhan dalam bentuk vertikal (Tri Purusa). Sebagai Tri
Purusa beliau juga disebut Guru Tiga. Oleh karenanya umum juga
menyebutkan bahwa Sanggah Kemulan “sthana” Bhatara Guru/Hyang Guru.
Dengan demikian pengertian Kamulan atau Kawitan sesungguhnya mengandung
pengertian yang sangat tinggi, yang merupakan asal muasal manusia yang
tidak lain dari Ida Sang Hyang Widhi sendiri dengan semua
manifestasinya.
Visit Our Sponsor
- Service Laptop / Smartphone Panggilan Denpasar