Masyarakat Indonesia selalu punya tradisi unik untuk bersyukur kepada
Tuhan, seperti tradisi perang tipat di Desa Apit Yeh di Karang Asem.
Tradisi Perang Tipat/Ketupat dalam bahasa tradisional disebut Mesantalan
sebuah pesta untuk mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukur kepada
Tuhan atas hasil panen yang melimpah. Tradisi ini dikenal sangat unik
dan cukup menarik bagi wisatawan yang kebetulan melancong ke Karangasem.
Tradisi Perang Tipat juga disebut dengan Mesantalan dalam Kalender Hindu
Bali, tradisi ritual ini diselenggarkan pada setiap Sasih Desta atau
Sasih Sadha, dan tradisi ini memiliki makna atau arti yang sangat
penting bagi warga di desa ini. Menjelang hari hWarga dari empat banjar
yakni Banjar Kawan, Banjar Kangin, Banjar Kaler dan Banjar Kelod sejak
pagi sudah disibukkan dengan menyiapkan berbagai sarana, seperti mencari
janur dan membuat ketupat serta berbagai jenis sesaji yang terbuat dari
bermacam hasil bumi.
DAPATKAN CARA MENGHASILKAN PASSIVE INCOME KLIK DISINI
DAPATKAN CARA MENGHASILKAN PASSIVE INCOME KLIK DISINI
Prosesi ini diawali dengan mengarak godel atau anak sapi keliling desa
sebelum kemudian godel itu disembelih dan dagingnya dibagikan kepada
masing-masing krama desa untuk dimasak. Tepat pukul 12.00 Wita suara
kulkul pun ditepak bertalu tanpa henti yang menandakan jika
pesta (tradisi Perang Tipat/Mesantalan) akan segera mulai. Pukul
13.00-14.00 Wita, warga kemudian menggelar upacara mecaru dimulai dari
Pura Taman, Pura Puseh dan Pura Dalem, hanya saja Ngayabnya dilaksanakan
di jalan raya.
Begitu Ngayab selesai dilaksanakan, sejumlah prajuru adat langsung
membentangkan tali pemisah antara dua kubu warga yang berada di utara
dan selatan. Sorak bergema dan ratusan warga dari dua kubu itu langsung
saling lempar dengan ketupat seukuran kepalan tangan orang dewasa. Jika
terkena akan cukup sakit, tetapi bagi warga setempat, itu sama sekali
tidak dirasakan karena terkena lemparan berarti berkah dan hasil panen
mereka pada musim tanam yang akan datang melimpah.
Konon Perang ketupat memiliki sejarahnya; berawal dari perkawinan Ida
Betara Dalem dengan putrinya Betara Dalem Selumbung. Setelah perkawinan
itu berjalan, dan dalam perjalanan putrinya itu, Ida Betara Dalem
Selumbung memberikan ketupat sebagai bekal. Namun setiba di pertigaan
Apit Yeh, ketupat itu pun dilempar oleh sang putri sebagai penghormatan.
Sejak itulah warga di desa ini mengenal dan menyelenggarakan perang
ketupat, karena lemparan ketupat tersebut memiliki kekuatan spiritual
bagi seluruh warga utamanya bagi kesuburan dan kesejahteraan warga desa.
Pernah suatu ketika warga di desa ini pernah sekali tidak
menyelenggarakan ritual perang ketupat ini, namun secara tiba-tiba warga
di desa ini mengalami paceklik yang cukup panjang, dimana seluruh
tanaman pertanian seperti padi dan palawija serta hasil kebun mati dan
seluruh warga mengalami gagal panen.
Dan paceklik yang dialami warga di desa ini akhirnya berakhir setelah
tradisi ritual ini kembali diselenggarakan. Sementara usai tradisi
perang ketupat ini dilaksanakan, warga akan kembali kerumah untuk
selanjutnya mengikuti upacara Meprani dimasing-masing banjar.
Artikel diolah dari berbagai sumber.
Artikel lainnya:
- Mengenal Tradisi Mekotek
- Tradisi Upacara Neteg Pulu
- Tradisi Perang Tipat Desa Yeh Apit, Karangasem
- Tradisi Lukat Geni Desa Sampalan
- Tradisi Megoak-goakan Desa Panji
- Tradisi Nikah Massal Desa Pekraman Pengotan Bangli
- Tradisi Masuryak Desa Bongan
Visit Our Sponsor
- Service Laptop / Smartphone Panggilan Denpasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar