Kamis, 14 Mei 2020

DHARMATULA: Penguatan Sraddha Melalui Pendalaman Ajaran Weda


(Foto: Narasumber Ngakan Putu Putera, S.H., M.H, (kedua dari kiri), Dewa Ketut Suratnaya, S.Ag., M.MPd (ketiga dari kiri) berserta Ketua PHDI Kabupaten Bekasi Drs. I Made Pande Cakra, M.Si (pertama dari kiri) foto bersama dengan umat Hindu yang mendapat hadiah buku sebagai penanya terbaik)
Bekasi - Dalam rangka melaksanakan program kerja tahun 2018, Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Bekasi menyelenggarakan Seminar dan Dharma Tula di Wantilan Kanista Mandala Pura Agung Tirta Bhuana Bekasi, Jl. Jatiluhur Raya No.1, Bekasi, pada hari Minggu 11 Februari 2018.
Seminar dan Dharma Tula yang mengusung tema “Penguatan Sraddha Melalui Pendalaman Ajaran Weda untuk Menjadi Keluarga Hindu yang Utuh” tersebut merupakan kegiatan yang dilakukan berdasarkan kerjasama antara PHDI Kabupaten Bekasi dengan Yayasan Taman Dharma Widya, PHDI Kota Bekasi, dan Media Hindu.
Tujuan dilaksanakan Seminar dan Dharma Tula adalah untuk menumbuhkan kesadaran serta memperkuat sraddha umat Hindu yang baru melangsungkan pernikahan dan bagi umat yang baru masuk Hindu. Selain itu, kegiatan ini juga dilaksanakan dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1940. Sekitar 250 peserta dari berbagai kalangan hadir mengikuti kegiatan tersebut.
Adapun yang menjadi pembicara yaitu sesepuh umat Hindu Bekasi sekaligus sebagai intelektual Hindu yang juga merupakan Pemred Media Hindu Bapak Ngakan Putu Putera, S.H.,M.H dan cendekiawan Hindu yang kritis Bapak Dewa Ketut Suratnaya, S.Ag, M.MPd. Acara Seminar dan Dharma Tula dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Mengawali sambutannya, Ketua PHDI Kabupaten Bekasi Drs. I Made Pande Cakra, M.Si menyampaikan, ada hal penting yang terabaikan selama ini, yaitu memberikan pemahaman tentang sraddha bagi umat yang baru kembali ke rumah tuanya karena pernikahan. "Kesibukan tugas sehari-hari suami atau istri sehingga kurang waktu untuk membincangkan ajaran Weda, apalagi kalau suami atau istri tersebut juga kurang paham dengan ajaran Weda," ujarnya.
Menurut Made Pande Cakra, bila hal ini terus berlangsung maka mereka sulit untuk menemukan kenyamanan di lingkungan keluarga Hindu. Hal ini, kata Made Pande Cakra, sangat rawan karena keluarga asalnya cenderung ingin menariknya kembali.

DAPATKAN CARA MENGHASILKAN PASSIVE INCOME KLIK DISINI
"Tidak sedikit Pria Hindu yang menikah dengan istri dari agama lain, setelah beberapa lama, tidak saja ia ditarik kembali oleh keluarga asalnya, malahan anak yang diperoleh dari perkawinan tersebut ikut dibawa, tinggallah sang suami sendiri dalam usia senja dan juga kehilangan hartanya," tuturnya.
Made Pande Cakra mengatakan, sebagai umat Hindu bila ditanya tentang dasar keyakinannya tidak boleh ada keraguan. Sebagai contoh, menyebut Panca Sraddha yang merupakan pondasi kepercayaan agama Hindu. "Kita harus yakin pada Panca Sraddha yaitu percaya terhadap Brahman atau Ida Sang Hyang Widi Wasa, percaya terhadap Atman yang merupakan sinar suci Brahman yang ada pada setiap orang, percaya terhadap Karma Phala yaitu hukum karma yang berarti setiap karma akan mendatangkan pahala, percaya terhadap Samsara atau punarbawa yaitu kelahiran yang berulang sesuai dengan karma yang dibawa oleh Sang Atmannya dan percara terhadap Moksa yaitu kebebasan yang abadi atau bebas dari samsara," jelasnya.
Penguatan Sraddha dan Pemahaman WedaSebagai Majelis tertinggi Umat Hindu, PHDI Kabupaten Bekasi memandang sangat perlu terus-menerus menyosialisasikan Weda, setiak-tidaknya dasar-dasar agama Hindu  untuk meningkatkan kualitas sraddha dan bhakti umat Hindu di Bekasi, sesuai tujuan  PHDI yang tercantum dalam Anggaran Dasar pada Pasal 8 (a), yaitu mewujudkan masyarakat Hindu dengan keyakinan (sraddha), komitmen dan kesetiaan (Bhakti) yang tinggi terhadap ajaran agama Hindu menuju kesejahteraan lahir dan bathin.
Hal senada juga disampaikan, Ketua PHDI Kota Bekasi Bapak I Gusti Made Rudita, S.H., M.H., bahwa Seminar dan Dharma Tula penting untuk dilakukan agar umat Hindu semakin paham dengan ajaran weda, sehingga masing-masing keluarga semakin yakin dengan ajaran Hindu, tetap utuh dan lestari yang akan membawa keluarga tersebut menuju kebahagiaan lahir bathin.
Sementara itu, Bapak Ngakan Putu Putera mengawali penyampaian materinya mengatakan, dalam kunjungannya ke beberapa dearah adanya keluhan yang disampaikan umat Hindu terutama ibu-ibu yang dulunya beragama non Hindu setelah menikah dengan pria Hindu, ia merasa tidak memperoleh bekal keyakinan yang cukup, sehingga terus dibujuk diajak kembali lagi ke agamanya semula oleh keluarganya.
"Sang suami hanya mengajaknya sembahyang tanpa memberikan dasar-dasar keyakinan menurut ajaran Weda. Ada juga yang mengatakan takut mati, karena menurut ajaran agamanya yang lama, bahwa orang yang murtad (meninggalkan agamanya) akan masuk neraka. Atman atau roh itu adalah bagian dari Tuhan, tidaklah mungkin Tuhan menghukum bagian dari badannya sendiri. Kematian itu tidak perlu ditakuti, karena itu pasti akan dialami semua orang," ujarnya.
Ngakan Putu Putera juga bercerita bahwa ada pria Bali (Hindu) menikah dengan wanita bukan Hindu, ketika pulang ke Bali karena orang tuanya meninggal, ada prosesi menyembah pitara (di depan mayat), mertuanya ribut dan melarang, kok menantunya menyembah mayat?. "Ada juga ibu-ibu yang baru masuk Hindu, ketika belajar mejejahitan ditolak oleh sarati banten, sehingga dia takut ngayah ke Pura. Ini perlu diperhatikan, mereka harus dirangkul dan disambut baik sudah mau belajar membuat banten," terangnya.
Menurutnya, tidak sedikit mereka yang dulunya beragama non Hindu dan ketika sudah masuk Hindu malah menjadi sarati bantern. Itu karena lingkungannya selalu mengajak dan memberi kesempatan. Ngakan Putu Putera juga berpesan agar Pasraman-pasrama yang ada jangan hanya mengajarkan hapalan, tetapi didiklah perasaannya (apeksi) dengan menunjukkan kelebihan-kelebihan ajaran Hindu. "Parisada yang membina umat melalui Dharma Wacana agar terus menerus melatih para penyampai dharma wacana agar focus pada salah satu topik yang bersumber dari Weda," ujarnya.
Narasumber kedua Bapak Dewa Ketut Suratnaya sangat mengapresiasi tema yang diusung panitia. Dewa Suratnaya mengatakan, tema yang usung Panitia tentu ada alasannya yaitu sraddha perlu diperkuat. Ia pun menuturkan bahwa dalam kunjungan ke berbagai daerah seperti Aceh, Sumsel, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Tenggara dan hampir di seluruh Pulau Jawa, selalu berbicara tentang Sraddha.
"Para suami-suami harusnya bertanggungjawab terhadap istri yang sebelumnya bukan beragama Hindu. Agama Hindu meliputi dua aspek yaitu aspek fisik dan meta fisika (skala dan niskala), tidak nyaman apa solusinya? Bergabungnya istri ke dalam Hindu, sang suami harus bisa memberi kenyamanan lebih. Orang yang lahir di keluarga Hindu, sampai mati ia tetap Hindu. Pada saat upacara Sudi Wadani, mengucapkan mantram “OM TAT SAT EKAN EVA ADWITYAM BRAHMAN”  ini adalah sraddha dasar yang paling elementer. Sebelum Panca Sraddha, apa dasar keyakinan kita? Ada tiga yaitu Dama, Dana, dan Welas Asih. Lalu ada tiga kerangka dasar yaitu Tatwa atau Filsafat, Etika atau Susila, dan Ritual atau Upacara. Istri arahkan menjadi Hindu, bukan di Balikan," paparnya.
Dewa Ketut Suratnya menambahkan, dalam ajaran Hindu, dapur itu sangat sakral, di sana ada lima Dewa. Dewa Ketut Suratnaya juga menyampaikan tentang pelaksanaan ritual atau yajnya. Menurutnya, ritual merupakan pilihan bukan keharusan. "Umat Hindu bisa lakukan yajnya hanya dengan biaya Rp 350.000,- (ritual itu tidak mahal), karena selain aspek fisik, pada saat melakukan yajna aspek meta fisika (niskala) ikut dijalankan. Dasar yajnya itu memang tiga yaitu sraddha, lascarya (tulus), dan sastra," pungkasnya.
Pada sesi tanya jawab masyarkat begitu antusias dan mengajukan berbagai macam pertanyaan terkait berbagai permasalahan yang ada. Begitupula dengan kedua narasumber menyambut dengan sangat hangat dan memberikan penjelasan kepada umat berikut dengan landasan sastra-satranya.
Dharma tula mendapat aplaus yang sangat meriah, ditutup dengan membagikan lima buah buku kepada lima orang penanya terbaik dan penyerahan cindera mata oleh Ketua PHDI Kabupaten Bekasi kepada kedua narasumber.

(FotoNgakan Putu Putera, S.H., M.H, (kiri), Ketua PHDI Kabupaten Bekasi Drs. I Made Pande Cakra, M.Si (tengah), dan Dewa Ketut Suratnaya, S.Ag., M.MPd (kanan)

(Foto: Umat Hindu mengikuti Seminar dan Dharma Tula di Wantilan Kanista Mandala Pura Agung Tirta Bhuana Bekasi)
Source: Laporan Ketua PHDI Kabupaten Bekasi, Drs. I Made Pande Cakra, M.Si

Visit Our Sponsor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar